ARTIKEL

Cindya Hendriyana /13 April 2012

Menarik manyaksikan program “Sarasehan Anak Negeri bertajuk  benarkah APBNP Pro Rakyat” yang ditayangkan metrio TV semalam. 
APBN-P 2012 dinilai mengasumsikan akan terjadinya kenaikan harga BBM sehingga pemerintah mengantisipasi dampak bagi masyarakat kecil dengan program Bantuan Langsung Sementara Rakyat (BLSM).  Nyatanya  harga BBM batal dinaikan maka otomatis program BLSM atau BLT model baru pun urung dilaksanakan malahan harga minyak dunia sedikit demi sedikit mengalami penurunan, selain itu anggaran APBN-P tidak ada penambahan.“SBY hari ini stres luar biasa. Harga BBM dalam APBN-P dibikin pasti naik dan ada BLT, gagal semua,” tandas pakar komunikasi politik Tjipta Lesama.
Banyak kalangan menilai APBN-P yang diajukan oleh pemerintah amburadul, mau direvisi lagi menjadi APBN-P pangkat 2 malu, belum lagi jika peluru yang dilesakan oleh Yusril (pembatakan pasal 7 ayat 6a ) dikabulkan Mahkamah Konstitusi maka pemerintah pasti lebih malu lagi.
Wakil dari Kementrian keuangan dalam acara tersebut Kepala BKF Kemkeu mengatakan bahwa dija dilihat dari porsi APBN yakni belanja pegawai yang mencapai 20%, belanja barang 18%, dan dilihat dari presentase belanja ada belanja modal 16 % plus subsidi 20% maka jika kita berasumsi bahwa 24% dikinmati seluruh masyarakat plus belanja modal yang bisa memberikan manfaat bagi rakyat banyak baik dalam bentuk infrastruktur di seluruh indonesia ditambah 6 % biaya bantuan sosial itu bisa menjadi indikator awal bahwa APBN ini pro rakyat.
Jika pemerintah selalu mendengung-dengkungkan upaya penghematan, maka anggota DPR Effendi Simbolon dengan tegas menyanggah hal itu. Pemerintah justru berupaya mati-matian menambah alokasi listrik sebesar 23 Trilyun. Diamini oleh Priyo Budi Santoso yang menilai karena kecerobohan pemerintah dalam kebocoran besar-besaran sektor listrik negara kita harus menanggung beban tambahan 23 Trilyun.APBN 2012 justru menjadi semakin terbebani akibat kesalahan pemerintah dalam mengelola listrik negara. Kita ketahui bahwa sewaktu PLN ditukangi oleh Dahlan Iskan, biaya penyediaan listrik justru membengkak dikarenakan penggunaan solar oleh PLN yang seharusnya dapat menggunakan energi yang lebih murah yaitu batubara dan gas, yang mengakibatkan PLN meminta kepada pemerintah untuk menaikkan subsidi listrik. Satu lagi hal yang meminta agar PLN segera dinaikkan subsidinya, yaitu hutang PLN akan jatuh tempo, sehingga subsidi PLN itu digunakan untuk membayar bankir-bankir. Kesalahan pemerintah dalam menyediakan listrik negara dibebankan kepada rakyat, dengan usahanya untuk menaikkan harga BBM bersubsidi

__________________________________________________________________
 Maret 2012
Cindya Hendriyana


SEKILAS BBM

Peningkatan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) setiap tahunnya terus membengkak. Hal ini mengakibatkan beban dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terus bertambah. Dampaknya, pembangunan perekonomian nasional akan tersendat serta program pemerintah lainnya seperti pengentasan kemiskinan dan pencerdasan masyarakat akan terhambat. Hal  membuat pemerintah harus memikirkan ulang tentang subsidi BBM. Langkah menaikkan harga BBM tentu sangat tidak populer bagi pemerintah, Awal tahun 2011 pemerintah berencana mengambil kebijakan melakukan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Rencana pembatasan BBM bersubsidi ini mendapat tentangan dari berbagai pihak sampai akhirnya  pemerintah berencana akan menaikan harga BBM per tanggal 1 April 2012.
Jika kita kaji paling tidak ada tiga alasan pemerintah menaikan harga BBM. Yang pertama  semakin tingginya kenaikan harga minyak dunia. Harga minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat, karena minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi, persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.
Pada bulan Februari 2012 mencapai harga minyak mentah mencapai 120 dollar AS per barel jauh melampaui asumsi APBN 2012 yang dipatok 90,0 dollar AS perbarel. Ketegangan antara produsen minyak nomor tiga dunia (Iran) dengan Amerika dan Israel menjadi salah satu pemicu kenaikan harga minyak dunia.
Turunnya produksi minyak nasional. Masa-masa dimana hanging fruti, atau keberadaan minyak dengan harga yang dapat dijangkau  masih melimpah, dapat dikatakan sudah berlalu. Sehingga sulit untuk mengharapkan produksi diatas 1,6 juta barrel seperti yang terjadi pada tahun 1980an dimana kita pernah mengalami swasembada minyak.
Wikipedia mencatat bahwa Indonesia berada di peringkat 21 dalam hal produksi minyak, yaitu sebesar 1051000 barrel per hari. Jika kita lihat peringkat 21 dari lebih dari 210 negara memang terlihat tidak buruk, namun jika kita bandingkan dengan jumlah populasi di Indonesia yang mencapai angka diatas 200 juta jiwa maka sebenarnya produksi nasional kita bisa dikatakan jauh menurun. 
Seperti dikutip dari morentalisa.wordpress.com ada beberapa penyebab turunya produksi minyak nasional. yang pertama adalah menurunnya angka investasi di sektor perminyakan dalam negeri. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Petrominer, investasi di sektor oil dan gas pada tahun 2009 turun 10 persen dari tahun sebelumnya, yakni dari Rp. 135,25 triliun menjadi Rp. 121,84 triliun. Isu ini menjadi krusial mengingat besarnnya biaya dan resiko yang dikeluarkan oleh para pengusaha minyak. Misalnya saja biaya engeboran minyak di laut lepas pada umumnya akan menghabiskan biaya sebesar US$ 60 juta. Besarnya biaya ini juga diikuti oleh besaran risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan. Resiko tersebut terutama terkait dengan fakta bahwa kepastian dari keberadaan minyak baru akan didapatkan setelah pengeboran dilakukan. Besar kemungkinan keberadaan minyak tidak ditemukan atau porsinya tidak sebesar yang diperkirakan. Besarnya biaya investasi diiringi dengan besarnya risiko di sektor minyak dan gas kemudian bertemu dengan tidak kondusifnya iklim investasi di dalam negeri membuat para investor enggan untuk menginvestasikan modal mereka disektor perminyakan, terutama di bagian hulu.
Selain isu iklim investasi, isu cost recovery turut menjadi salah satu aspek yang diduga menurunkan minat investor di sektor migas di Indonesia. Pemerintah Indonesia hendak mengeluarkan sebuah peraturan untuk mematok biaya cost recovery. Selama ini pengadaan cost recovery sangat rentan terhadap praktik korupsi. Pasalnya perusahaan dapat meng-claim berbagai hal yang sebenarnya tidak berkaitan dengan proses produksi. Namun kebijakan ini ternyata menimbulkan boomerang tersendiri bagi pemerintah. Dengan keluarnya isu pematokan cost recovery, perusahaan memiliki kekhawatiran tersendiri jika hal tersebut menjadi celah bagi pemerintah untuk memangkas dana cost recovery yang akan mereka dapatkan.
Ketiga, subsidi BBM tidak tepat sasaran. Pemerintah mengganggap pengguna BBM bersubsidi terbesar adalah kalangan mengengah keatas, seperti dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, “langkah menaikkan harga BBM merupakan solusi pemberian subsidi yang tepat sasaran. Jadi, ini baik, masyarakat menengah kita yang sebelumnya menikmati 70 persen (BBM bersubsidi) bisa membayar kenaikan itu," ujar Hatta (vivanews.com). 
Sebagai kompensasi dari sasaran utama subsidi BBM yang merupakan masyarakat kalangan bawah  akan mendapat  Bantuan langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar 150.000 rupiah/bulan. Pemberian BLSM ditujukan untuk tetap merangsang daya beli masyarakat agar tidak terpengaruh kenaikan harga BBM yang biasanya diikuti dengan kenaikan harga barang. Namun program ini tersebut dapaf efektif mengatasi dampak kenaikan harga BBM bagi masyarakat kalangan bawah?   
Berkasa cari masa lalu bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin untuk mensiasati kenaikan BBM malah menimbulkan beberapa dampak. Antara lain yaitu menyebabkan pertikaian antar individu, hal itu terjadi karena tidak semua masyarakat mendapatkan bantuan langsung tunai,karena yang menentukan adalah data dari badan pusat statistik. Masalah yang ditimbulkan adalah data dari BPS banyak yang tidak valid, misalnya ada beberapa masyarakat yang tergolong mampu malah mendapatkan bantuan langsung tunai dan sebaliknya banyak masyarakat yang tidak mampu malah mendapat bantuan langsung tunai. Masalah ini timbul karena BPS hanya mengambil data dari tahun 2005, tidak melakukan pendataan ulang yang dikarenakan menghemat biaya pengeluaran. Sehingga banyak terjadi kesalahan-kesalahan dalam pendataanya. menggunakan data 2005 (yang diketahui memiliki beberapa kelemahan) untuk BLT 2008 adalah menoreh luka baru di atas luka lama, hal ini hendaknya menjadi sebuah pelajaran bagi Indonesia, BPS dan Pemerintah khususnya. Perlunya sebuah tatanan yang baik dalam upaya menyediakan DATA secara terus menerus dan update, penyediaan data yang update dan sistematis, tentu memerlukan sebuah sistem yang ditopang oleh teknologi dan SDM yang memadai, selain sumber daya manusia juga sarana dan prasarana yang memadai dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data, sudah saatnya pemerintah memerhatikan pembangunan SDM dan IT BPS, jika tanpa ini semua data lama akan menjadi masalah baru terus-menerus. 



 

Popular Posts